Penghayat Marapu yang dianaktirikan

| Kegiatan : Penelitian Pusat Penelitian BKD bidang Kesejahteraan Sosial
| Topik: Permasalahan Perlindungan Umat Beragama  
| Waktu : 11-17 April 2016

Pasal 28E UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selanjutnya Pasal 29 Ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa  negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Akan tetapi, konsep kebebasan di lapangan lebih rumit daripada sekedar yang tertulis di undang-undang. Ada intervensi sosial yang memengaruhi bagaimana umat beragama berperilaku.

Jika berbicara soal agama yang terbayang mungkin cuma 6 agama yang diakui. Akan tetapi, penduduk Indonesia yang sudah melebihi 252 juta jiwa ini ternyata memiliki berbagai keyakinan. Sebelum agama samawi datang ke Indonesia, para leluhur sudah mempercayai keberadaan Yang Maha Kuasa, seperti dalam kepercayaan animisme. Salah satu kepercayaan yang sampai saat ini masih dipraktekkan adalah kepercayaan Marapu di Pulau Sumba.

Meskipun UUD 1945 memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk menjalankan agama dan kepercayaannya, konsep kepercayaan samar diakui di pencatatan sipil. Masyarakat marapu tidak dapat menuliskan kepercayaan Marapu dalam kolom agamanya. Hal ini menyebabkan jika menikah, pernikahannya tidak dapat dicatat di catatan sipil, sehingga anak yang lahir dari perkawinan adat marapu tidak dapat mencantumkan nama ayah pada akta kelahirannya. 

Pemeluk kepercayaan marapu saat ini berada dibina oleh direktorat kepercayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten. Hingga saat ini, masih belum ada langkah konkret untuk memastikan mereka mendapatkan hak-hak sipilnya. Meskipun begitu, pemerintah Sumba Barat sudah mewacanakan untuk melakukan pencatatan perkawinan adat, yang ke depan dapat dijadikan alternatif pencatatan catatan sipil. 

Dari hasil wawancara kami, tidak ada masyarakat marapu yang dapat bekerja pada sektor pemerintahan, kecuali mereka berpindah agama menjadi salah satu dari ke-enam agama yang diakui. 

Yang perlu ditiru dari kebudayaan Marapu adalah nilai-nilai kekeluargaan dan toleransi yang dijunjung tinggi. Ritual-ritual adat yang dilakukan telah mengikat semua orang dalam jalinan kebersamaan yang erat. Bahkan jika salah satu anggota keluarga memilih agama lain, ia tetap dilibatkan dalam ritual adat (selain persembahyangan). Sepenggal cuplikan tentang kebudayaan marapu kami rangkum di sini.




0 notices:

Post a Comment