Bepergian dengan kereta merupakan alternatif untuk menghindari kemacetan di jalan-jalan Jakarta. Dengan sistem KAI Commuter Line (KRL, kereta rel listrik) yang senantiasa dikembangkan untuk meningkatkan kepuasan penumpang, jarak antara Jakarta dan kota-kota pendukung di sekitarnya dapat dipersingkat.
  | 
menuju terminal 1 skytrain 
 | 
 
Kereta bandara pada hakikatnya merupakan alternatif transportasi dari bandara ke kota-kota di Jabodetabek. Sejak diresmikan pada tanggal 2 Januari 2018, MRI-SHIA masih belum signifikan membantu pergerakan massa. Yang ada malah permasalahan, antara lain:
Mencapai kereta bandara di Bandara harus melalui skytrain (Kalayang), membutuhkan waktu dan akan menyulitkan jika membawa koper
 
Jalur kereta bandara berputar-putar, sehingga menghabiskan waktu. Tidak praktis bagi yang ingin ke tengah kota (Sudirman), tapi harus mampir dulu ke Duri. Waktu yang dibutuhkan diperkirakan 52 menit. Saya mencoba kereta pertama pk. 06.20 dan sampai di Stasiun Sudirman Baru/BNI City pk. 07.10. Waktu untuk keluar dari stasiun menuju lobi bawah 5 menit. Waktu menunggu Transjakarta…. (tidak lewat-lewat, sehingga saya pesan taksi online).
 
Jalur kereta bandara tidak mencapai kota-kota pendukung: Bogor, Depok, Bekasi, Tanggerang. Penumpang harus melanjutkan dengan moda transportasi lain, yang akan menyulitkan jika membawa banyak barang.
 
Integrasi moda transportasi di stasiun transit masih terbatas. 
 
  | 
| transit di Stasiun Duri | 
Jika membandingkan MRI-SHIA dengan kereta bandara Kualanamu Sumatera Utara, konsep di Kualanamu lebih efektif dan efisien, karena: 
Stasiun kereta dekat dengan gerbang kedatangan.
 
Rel kereta khusus dipergunakan bagi Railink, tidak berbagi dengan kereta lain.
 
Stasiun transit di Medan terletak di tengah kota, dimana tersedia moda transportasi lain (taksi). Karena letaknya di jalan utama, maka memudahkan penumpang untuk dijemput dengan kendaraan pribadi.
 
  | 
| tumpukan penumpang KRL di Stasiun Duri. Kasihan kan? | 
Tampaknya pemerintah lupa belajar dari pembangunan Transjakarta yang juga dioperasikan setelah mengurangi porsi jalan raya. Konsep serupa diulang lagi pada pembangunan Railink, padahal seharusnya bisa melanjutkan konsep Skytrain yang membuat rel sendiri.
  | 
| lobby bawah tempat menunggu bus | 
Bandara Soekarno Hatta merupakan bandara tersibuk di Indonesia. Layanan transportasi menuju bandara juga harus menjadi perhatian. Untuk kasus MRI-SHIA ini tampaknya tidak memperhatikan daya dukung sosialnya. Daya dukung sosial memfokuskan pada sejauh mana masyarakat masih merasa nyaman ketika terjadi aktivitas baru di sekitarnya. Kehadiran MRI-SHIA ternyata menimbulkan tekanan bagi masyarakat: waktu tunggu KRL menjadi lebih lama, kepadatan penumpang bertambah, dan kemungkinan terlambat untuk menghadiri aktivitas berikutnya. Kehadiran MRI-SHIA menurunkan kepuasan masyarakat terhadap layanan transportasi KRL.  
  | 
| Ingat, bus transjakarta tidak memiliki jadwal. jadilah saling tunggu menunggu. Asyik! | 
Sedangkanbagi pengguna MRI-SHIA, seperti saya, melihat bahwa konsep kereta bandara belum tepat diterapkan di Jakarta karena menuntut penumpang banyak bergerak yang akan menyulitkan jika membawa barang bawaan. Bagi yang tidak membawa bawaan apa-apapun mungkin akan menjadi kurang nyaman karena keluar dari stasiun jauh dan tidak praktis.  
 
 
0 notices:
Post a Comment