Human Capital

"Kami menganggap karyawan bukan sebagai orang yang dibayar untuk melakukan pekerjaan, namun lebih sebagai asset terpenting perusahaan," begitu kata seorang manajer SDM. Kenyataan bahwa karyawan merupakan mereka yang diperas tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan kompensasi yang tidak seberapa menjadi kontradiksi kenyataan diatas. Sudah sewajarnya perusahaan mengelola arus modalnya dengan menekan pengeluaran sekecil-kecilnya, dan memberikan gaji yang minim merupakan salah satu caranya. Nah, bagaimana bisa manusia yang dianggap asset berharga dihargai secara minimalis?

Sebenarnya apakah asset yang dimaksudkan disini?
Human capital sebenarnya bukan pendekatan baru dalam strategi manajemen sumber daya manusia. Weber menyinggung kekuatan manusia sebagai motor organisasi dalam tulisannya tentang Protestant Work Ethic. Menurutnya, etos kerja yang diperlihatkan oleh karyawan berpengaruh besar terhadap kesuksesan organisasi

Terminologi human capital pertama kali dilontarkan oleh Arthur Cecil Pigou : "Tidak ada investasi pada human capital seperti investasi material capital. Sehingga setelah diketahui, perbedaan antara ekonomi konsumsi dan ekonomi dalam investasi menjadi kabur. Untuk hal diatas, konsumsi adalah investasi dalam kapasitas produktif pribadi. Ini sangat penting terkait dengan anak-anak: untuk mengurangi pengeluaran tidak perlu dari konsumsi mereka dapat menurunkan efisiensi kehidupannya kelak. Bahkan untuk orang dewasa, setelah kita jauh diatas batas kesejahteraan, saat kita sudah memperoleh semua kemewahan dan kenyamanan yang "tidak penting", pemeriksaan atas konsumsi pribadi merupakan suatu pemeriksaan investasi juga.

Ide ini hampir sama dengan konsep Labor power yang dikemukakan Karl Marx. Kapitalisme telah memberikan keuntungan bagi pekerja dimana mereka dibayar atas kekuatan kerja yang mereka berikan (jual). Disini Marx menjelaskan:

  1. Pekerja harus benar-benar bekerja, mengerahkan pikiran dan tubuhnya, untuk mendapatkan "bunga". Ini yang disebutnya kapasitas bekerja alias labor power yang berbeda dengan aktivitas kerja atau praktek (yang hanya mendayagunakan tenaga).

  2. Pekerja bebas tidak dapat menjual human capital untuk mendapatkan uang. Bahkan budak, yang human capitalnya dapat dijual, tidak mendapatkan penghasilan untuk dirinya sendiri; tapi, mereka menghasilkan untuk pemiliknya. Pada kapitalisme, untuk mendapatkan penghasilan, seorang pekerja harus setuju dengan persyaratan tenaga kerja (termasuk bersedia mematuhi peraturan dan arahan) yang diinginkan pemilik.


Dari pemikiran Marx ini disimpulkan bahwa meskipun memiliki "human capital" menghasilkan keuntungan bagi pekerja, mereka masih menggantungkan kelangsungan hidupnya pada kesejahteraan pemilik(perusahaan). Konsep Human capital adalah dimana orang dapat berinvestasi pada "orang" (human) sebagaimana investasi yang dilakukan untuk mesin dan pabrik. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:

  1. Pendidikan

  2. Pelatihan

  3. Pelayanan medis
Artinya yang dihargai dalam konteks human capital adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dimana dengan pengetahuannya diyakini perusahaan dapat meningkatkan keuntungan bagi bisnis. Para ahli menjelaskan Pengetahuan selalu dapat

  • Berkembang dan meningkatkan penggunaan dirinya: seperti dokter, semakin berpengalaman dirinya, maka semakin meningkat pula pengetahuannya, semakin bertambah pula human capitalnya.

  • Dipindahkan dan dibagikan: pengetahuan mudah bergerak dan dibagi. Transfer ini tidak menghalangi penggunaan oleh pemiliki pengetahuan awal. Namun, pembagian pengetahuan tentu akan mengurangi nilai isinya dibandingkan pemilik awalnya.


Ini adalah masanya dimana perekonomian kapitalis akan digantikan oleh perekonomian yang dapat meregenerarisasi diri.

0 notices:

Post a Comment