Pengorbanan untuk tidak berhaji

Selamat pagi,
Sudahkah anda menyantap sarapan daging kurban hari ini?
Sambil makan pagi bersama keluarga, mata saya sesekali melirik ke TV yang masih menyiarkan berita tragedi Mina dimana sudah 717 orang meninggal dan ratusan lain terluka. Musibah ini menambah daftar berita bencana dari tanah suci yang sepertinya tidak kunjung berhenti di tahun ini.


Jumlah jemaah haji dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tahun ini ada 154.456 jemaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci. Meskipun pemerintah Kerajaan Saudi Arabia terus mengembangkan infrastruktur penunjang ibadah, jumlah yang membludak tetap menjadikan ibadah haji sebagai perjuangan. 

Menurut data Kementerian Agama, hingga saat ini sudah ada 281,834,478,999 calon jemaah haji yang mendaftar, menyebabkan daftar antrian mengular hingga pemberangkatan tahun 2049 (terlama). Tingginya animo masyarakat untuk pergi berhaji perlu kita lihat dari kacamata psikologi sosial dimana menumbuhnya minat masyarakat yang tidak terpengaruh oleh menurunnya daya beli. Dorongan berhaji itu ada di mana-mana, bahkan di sinetron yang merupakan cerminan budaya masyarakat lokal. Ternyata ada sinetron berjudul Tukang Bubur Naik Haji (memang saya tidak pernah nonton sinetron, jadi telat tahu), yang menurut saya adalah refleksi motivasi masyarakat golongan ekonomi lemah untuk menunaikan rukun islam kelima. Meskipun sedang dihimpit kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok, ibadah haji telah ditempatkan sebagai prioritas. Terlepas dari motivasi intrinsik yang melandasi, hal ini menunjukkan religiutas yang meningkat (meski mungkin hanya dalam bentuk ritual dan selebrasi). Penguatan-penguatan melalui informasi yang dekat dengan masyarakat menyebabkan ide naik haji terinternalisasi.

Sebegitu berharganya ritual naik haji ini, maka orang yang sudah pernah ke tanah suci banyak yang ingin menunaikan haji berulang kali. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat tentang tempat itu, yang menimbulkan kerinduan bagi mereka yang pernah menjejakkan kaki di sana. Mereka inilah yang menambah daftar antrean calon jemaah haji yang sekarang harus mengantri beberapa tahun sebelum dapat diberangkatkan. Melihat semakin padatnya lalu lintas pelaksanaan haji, dianjurkan bagi mereka yang sudah berhaji untuk tidak perlu berhaji lagi, sehingga dapat mengurangi jumlah jemaah yang harus diberangkatkan. 

Memang, haji dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak ada larangan untuk menunaikannya dengan alasan ingin menyempurnakan ibadah sebelumnya. Tapi, satu hal yang sering luput dari pikiran kita adalah kerelaan untuk tidak naik haji berulang-ulang demi memberi kesempatan mereka yang belum berhaji merupakan sebuah pengorbanan yang luar biasa.

Bukankah Hari Raya Iduladha yang kita peringati setiap tahun selalu mengingatkan kita tentang altruisme? Kisah penyembelihan Nabi Ismail mengingatkan kita bahwa memberikan hak kita kepada orang lain yang membutuhkan bukan sesuatu yang mudah, tapi jika bisa melakukannya maka itulah ketaqwaan yang sesungguhnya.

1 comment: