Mereka hanya butuh kesempatan


This body comes with many inconveniences

But, inconveniences don't make me miserable! There's no reason for you to pity me!
 ~ Alphonse Elric, FMA II eps 23 

Pada tanggal 9 Mei 204 silam, tim penelitian "Pelindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas" berkesempatan menghadiri pameran karya siswa SLB Bali di kompleks Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali. Setiap stand menampilkan berbagai kerajinan mulai dari kerajinan tangan seperti rajutan, jahitan dan perhiasan dari manik-manik, hingga produk mesin seperti kaos sablonan. 
Ketika mengamati komoditas yang mereka tampilkan, rasanya tak jauh berbeda dengan bazar yang digelar di kantor setiap tahun. Sayang, tidak banyak yang mengetahui adanya acara ini, padahal hasil kerajinan tangan mereka cukup baik. 

Dari sudut pandang pengembangan sumber daya manusia, murid-murid ini adalah calon pekerja yang sedang dalam pelatihan. Wajar jika mereka tampak kurang percaya diri. Bahkan guru mereka pun tak jarang meminta pengunjung maklum atas karya mereka. Ketika saya memilih perhiasan dari manik-manik yang dirangkai oleh seorang murid berkursi roda, sang guru berkata, "coba di cek dulu, siapa tahu karetnya lepas. Anak-anak suka kurang kuat mengikatnya." Saya pikir itu wajar. Mereka masih belajar, tentu tidak dapat dibandingkan dengan profesional. 

Kita tidak perlu menutup mata atas kekurangan mereka. Tapi, mereka sama seperti kebanyakan orang lain, hanya butuh kesempatan dan dorongan. Sama seperti kebanyakan anak seusia mereka, ada segudang keterampilan yang perlu mereka latih. Apa yang terjadi jika mereka sudah lulus dari Sekolah Luar Biasa? Bagaimana mereka dapat mengasah keterampilannya? 


Anak biasa bisa masuk ke Balai Latihan Kerja. Namun, sampai saat ini, setidaknya di Bali, tidak ada BLK yang menerima penyandang disabilitas. Lalu, kemana mereka harus mencari pekerjaan? Perusahaan di Bali tidak banyak yang berskala besar sehingga kesulitan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan 1% yang diatur oleh Undang-Undang.

Mereka memang hanya butuh kesempatan. Mereka tidak  butuh sumbangan ataupun rasa iba, Sama seperti anda, penyandang disabilitas memiliki harga diri. Oleh karena itu, mengembangkan mereka lebih baik daripada memberikan infak yang hanya bisa meringkan bebannya sesaat saja. 

Sebaiknya kurikulum SLB juga dilengkapi dengan pengetahuan kewirausahaan agar lulusan dapat memikirkan industri kecil dengan keterampilan yang didapatnya, sehingga tidak melulu menunggu menjadi buruh di perusahaan. Menjadi wirausahawan lebih nyaman untuk penyandang disabilitas karena ia memiliki jam kerja yang fleksibel dan dapat menyesuaikan tempat kerja dengan kekurangannya. Pemerintah harus lebih sigap mendorong perkembangan usaha kecil para penyandang disabilitas ini.

Meskipun berwirausaha tampak lebih mudah, penyandang disabilitas juga semestinya dapat mengambil pos-pos pekerjaan formal. Belum lama ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengumumkan lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2014 untuk formasi tenaga kesehatan, tenaga guru, tenaga teknis/administrasi dan lowongan khusus yang diberikan untuk putra putri Papua dan kalangan penyandang cacat (kalangan disable)*. Hal ini menunjukkan terbukanya lapangan kerja di dunia pemerintahan bagi penyandang disabilitas. Sekarang tinggal kemauan dan kemampuan teman-teman disabilitas untuk berani mengambil hak tersebut.

0 notices:

Post a Comment