PENDAHULUAN
Apa jadinya jika peneliti diwajibkan mengikuti diklat aparatur pra jabatan alias prajab? 394 melaporkan langsung dari Pusdiklat Departemen Perhubungan, Parung, Bogor. 80 peserta prajab yang terdiri dari 44 orang peneliti berkumpul dalam suasana riuh. Pada saat pembukaan, panitia kewalahan menjawab pertanyaan bertubi-tubi dan detail dari peserta. Agak rewel memang, tapi itu baru dari segi pembicaraan.
Latar Belakang
Kalau dari segi perilaku, ternyata lebih parah lagi. Peserta dikomandokan untuk berjalan dalam barisan menuju dan keluar dari asrama. Namun, karena cuaca kurang mendukung, banyak ibu-ibu yang mulai mengeluarkan payung. Ketika payung sudah dibuka, para wanita lain mendekat untuk mendapatkan percikan keteduhan. kacaulah barisan tersebut. Ditambah lagi keinginan berbicara dan menggosip yang tidak tertahankan membuat gerombolan itu tampak ramai.
Para peneliti tersebut juga sangat fokus terhadap hal-hal yang mereka terima. Mereka merasa mendapat perlakuan yang kurang tepat disini. Mulai dari mendapat makanan Basi berupa nasi goreng dan snack pada hari pertama dan ketiga; makanan kurang tepat gizi; air keran yang banyak mengandung zat besi (Fe); kurang lengkapnya peralatan keamanan kamar seperti kunci lemari dan laci serta kasur yang kurang nyaman.
Bagi petugas dan panitia, perilaku ini tidak dapat ditolerir. Pada hari ke 2 akhirnya seorang petugas menyatakan keluhannya. ia menganggap gerombolan ini tidak tertib dan terlalu ngeyel. Perilaku peserta tidak sesuai dengan standar perilaku yang ditetapkan Pusdiklat. Panita mengharapkan disiplin yang mengarah kepada system militer, yaitu berdasarkan aturan dan protokoler yang ketat. Misalnya dalam hal perjalanan dari asrama menuju ruang kelas, peserta diminta untuk berbaris secara rapid an teratur serta menggunakan kaidah PBB (Pelatihan Baris Berbaris), berjalan tertib tanpa banyak bicara.
Rumusan Masalah
Perilaku santai peserta peneliti berpengaruh terhadap penilaian terhadap peserta. Jika pola ini berlanjut, maka akan mengakibatkan penilaian buruk. Kajian ini berusaha menyingkap bagaimana dampak modifikasi perilaku yang diberikan Pusdiklat Departemen Perhubungan terhadap para peneliti.
Tujuan
Mendapatkan informasi dasar mengenai strategi modifikasi perilaku yang tepat bagi peneliti dalam kegiatan prajabatan.
TINJAUAN TEORITIS
II.1. MODIFIKASI PERILAKU
Modifikasi perilaku menunjuk kepada teknik mengubah perilaku, seperti mengubah perilaku dan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus melalui penguatan perilaku adaptif dan/atau penghilangan perilaku maladaptif melalui hukuman. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Edward Thorndike pada tahun 1911 dalam artikelnya Provisional laws of acquired behavior or learning (id.wikipedia.org).
Menurut Permatasari (2009) karakteristik modifikasi perilaku adalah sebagai berikut:
- Fokus pada perilaku. Prosedur modifikasi perilaku didesain untuk mengubah perilaku, bukan karakteistik pribadi atau sifat. Di dalam modifikasi perilaku, perilaku yang akan dimodifikasi disebut sebagai perilaku targat (target behavior).
Ada dua jenis perilaku yang perlu diintervensi oleh modifikasi perilaku:
◦ Behavioral exceses adalah perilaku yang negatif yang ingin dikurangi frekuensi, durasi atau intensitas.
◦ Behavioral deficit adalah perilaku yang ingin ditingkatkan frekuensi, durasi ataupun intensitasnya.
- Prosedur yang digunakan berdasarkan pada prinsip behaviour (behavioral principles).
Prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku:
- Reinforcement
- Extinction
- Punisment
- Stimulus control, dan
- Respondent conditioning
Menurut Meichenbaum & Goldstein individu yang akan bertindak, sebelumnya didahului adanya proses berpikir, sehingga bila ingin mengubah suatu perilaku yang tidak adaptif, terlebih dahulu harus memahami aspek-aspek yang berada dalam pengalaman kognitif dan usaha untuk membangun perilaku adaptif melalui mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang terdapat pada terapi perilakuan (1986, dalam Wulandari, 2004). Oleh karena itu dikenal pula modifikasi perilaku kognitif.
Modifikasi perilaku-kognitif merupakan teknik menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku (Meichenbaum dalam Kanfer dan Goldstein, 1986, dalam Wulandari, 2004).
Menurut Wulandari (2004) modifikasi perilaku-kognitif dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan memperlemah timbulnya perilaku yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan ketrampilan coping yang sesuai.
Adapun asumsi yang mendasari modifikasi perilaku kognitif adalah:
1. Kognisi yang tidak adaptif mengarah pada pembentukan tingkah laku yang tidak
adaptif pula
2. Peningkatan diri yang adaptif dapat ditempuh melalui peningkatan pemikiran
yang positif
3. Klien dapat mempelajari peningkatan pemikiran mengenai sikap, pikiran, dan
tingkah laku.
II. 2. PENELITI
II.2.1 Pengertian Peneliti
Peneliti dalam pengertian luas dapat merujuk pada setiap orang yang melakukan aktivitas menggunakan sistem tertentu dalam memperoleh pengetahuan atau individu yang melakukan sejumlah praktek-praktek dimana secara tradisional dapat dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, pemikiran, atau filosofis. Secara khusus, istilah peneliti dikaitka pada individu-individu yang melakukan penelitian (meneliti) dengan menggunakan metode ilmiah Seorang peneliti, bisa jadi adalah seorang ahli pada satu bidang atau lebih dalam ilmu pengetahuan.
II.2.2. Kompetensi Peneliti
Untuk dapat menjalankan tugasnya maka peneliti dituntut untuk memiliki kompetensi yang meliputi skill, knowledge dan attitude. Skill merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu. Karakteristik kompetensi skill berupa “action”. Skill diwujudkan sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motivasi, karakter dan konsep diri. Konsep diri ini diantaranya disiplin, bekerjasama dengan baik, bertanggungjawab, kreatif dan inovatif. Knowledge adalah pengetahuan dan keterampilan teknik di bidang pelaksanaan penelitian sesuai dengan kebutuhan yang berkembang di masyarakat sebagai pengguna hasil-hasil penelitian dengan landasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan attitude adalah kompetensi-kompetensi yang dimiliki secara intrinsik oleh indiividu yang berhubungan dengan kepercayaan, cara berpikir, peka, belajar, jujur, menghargai team, pantang menyerah, bekerja keras dan membangun (Sujarwo, 2010).
Jika disandarkan pada Kamus Kompetensi LOMA, maka peneliti wajib memiliki kompetensi inti sebagai berikut:
1. ANALITICAL SKILLS (KETRAMPILAN ANALISIS)
Menetapkan prioritas, perencanaan dan pengorganisasian kerja, serta mengatur beberapa tugas yang berbeda; juga termasuk memahami dan menerapkan informasi, menganalisis masalah, mengidentifikasi pemecahan yang dapat dijalankan dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tepat.
2. PERCEPTUAL ABILITIES (KEMAMPUAN PERSEPTUAL)
Berfokus pada detail pekerjaan yang menentukan, mengoreksi materi tulisan dengan cepat dan akurat, serta mengembangkan dan menggunakan pola-pola pemberian kode (“coding”).
3. INITIATIVE (INISIATIF)
Tanpa diminta, mengambil langkah-langkah konstruktif dalam bekerja, termasuk mengarahkan penanganannya atau mengajukan ide dan cara kerja baru yang inovatif.
4. CREATIVITY (KREATIFITAS)
Kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang inovatif saat dibutuhkan dan mencetuskan ide, metode dan teknik baru yang dapat diterapkan untuk penyelesaian masalah pada lingkungan kerja.
5. PROBLEM ANALYSIS (ANALISA MASALAH)
Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, mengenali penyebabnya dalam tenggat waktu tertentu dan menemukan kemungkinan-kemungkinan solusi.
6.CONTINUOUS LEARNING ORIENTATION (ORIENTASI BELAJAR YANG BERKESINAMBUNGAN)
Menunjukkan kesediaan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru dan secara aktif mencari kesempatan untuk meningkatkan diri.
PEMBAHASAN
Proses adaptasi antara perilaku peneliti dengan standar perilaku berjalan lambat karena adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai hakikat kerja peneliti dengan pola pendidikan di Pusdiklat. Dalam kesehariannya, peneliti diharapkan untuk berpikir fleksibel, tidak dibatasi oleh aturan. Ia juga berhak memikirkan banyak hal dalam konteks keilmuannya dengan melibatkan berbagai sudut pandang agar diperoleh pengkajian yang objektif. Pola kerjanya tidak banyak dibatasi SOP dan apalagi proses berpikirnya.
Menerima yang ada
Sikap peneliti yang mudah mengeluhkan fasilitas merupakan cerminan pola hidup yang selama ini dijalani. Orang yang biasa hidup cukup tentu akan merasakan kesenjangan jika harus menjalani hidup yang pas-pasan. Ketika biasa makan dengan gizi cukup dan porsi besar tentu mengalami shock ketika harus menghadapi hidangan basi yang porsinya minim.
Menurut Equity Theory dari John Stacey Adams, orang akan tetap termotivasi jika ia merasa diperlakukan sama dengan rekannya. Dalam hal ini, para peserta yang tidak mendapat makanan karena sudah habis ketika mereka sampai ke ruang mana, merasa tidak diperlakukan adil. Akibatnya, mereka termotivasi untuk hadir di ruang makan lebih cepat dari peserta lain.
Selain itu, ketika peserta yang sudah berkumpul didepan asrama terpaksa harus menunggu peserta lain yang terlambat, merasa tercurangi. Saat staf pengajar mengkritik ketidakmampuan kelompok ini untuk menghormati waktu belajar, mau tidak mau mereka menyalahkan peserta yang terlambat, meskipun hanya dalam hati.
Oleh karena itu peserta perlu mengembangkan sikap toleransi yang besar, baik dari pelaku maupun objek penderita. Misalnya ketika menikmati hidangan di meja makan, harus mempertimbangkan kuota makanan yang mesti dibagi dengan 39 peserta lainnya. Begitu pula yang merasa harus menunggui barisan, perlu dikelola sikap menerima. Karena jika tidak maka proses pembelajaran yang 2 minggu akan terasa gersang dan berat.
Pasti bisa kalau mau
Pada prinsipnya semua orang memiliki potensi yang tidak terbatas. Namun, tidak semua orang mau memanfaatkan potensi tersebut. Begitupula halnya dengan peneliti. Pada umumnya peneliti:
- Pintar dan memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga tidak suka diperintah ataupun didikte orang lain
- Tidak terbiasa dengan olah fisik karena selalu berkutat dengan koran, buku, internet dan data. Bahkan mereka pun banyak yang jarang berolahraga.
Namun, bukan berarti mereka tidak bisa diatur dan dibina secara disipliner. Buktinya setelah diajari Pelajaran Baris Berbaris pada hari ketiga prajab, mereka dapat menunjukkan tatanan barisan yang rapi, meskipun tidak bertahan lama.
Untuk itu perlu strategi modifikasi perilaku yang unik dalam pembentukan pola tingkah laku disiplin. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan:
- Modifikasi Perilaku kognitif
Sebagaimana yang ditulis oleh Wulandari, untuk mengubah perilaku perlu diubah pola pikirnya terlebih dahulu. Mengubah pola pikir peneliti dibutuhkan reprimands yang logis. Artinya ketika menegur petugas perlu mempersiapkan alasan yang logis serta tujuan yang konkret. Misalnya ketika petugas mewajibkan peserta putri yang berjilban untuk menggunakan dasi selama proses pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada alasan komprehensif yang dating bersama komando tersebut, sehingga mengakibatkan peserta tidak termotivasi untuk menjalankan perintah. Dilihat dari kacamata logika, penggunaan dasi dibalik jilbab tidak tepat guna. Tidak efektif dan efisien serta menanggalkan norma-norma estetika. Namun, ternyata petugas hanya ingin perintahnya dikerjakan. Saat peserta mencoba bernegosiasi, petugas menekankan bahwa cara berpakaian sangat mempengaruhi penilaian akhir prajab ini. Hal ini yang tidak terbiasa dihadapi para peneliti, karena selalu berkumpul dengan orang-orang yang menggunakan rasio bukan ancaman belaka.
- Modifikasi Perilaku motorik
Modifikasi perilaku motorik dilakukan dengan mengajarkan dan mencontohkan perilaku yang diharapkan dari peserta. Misalnya tata cara berbaris, semestinya diajarkan pada hari pertama prajabatan dimulai, sehingga tidak ada anggapan bahwa kerapian barisan tidak diamati.
KESIMPULAN DAN SARAN
Peneliti pun bisa diatur dengan menggunakan modifikasi perilaku yang tepat, yaitu yang logis. Oleh karena itu panitia perlu menyesuaikan peraturan dan cara sosialisasi aturan tersebut sesuai dengan nature peserta.
DAFTAR PUSTAKA
-, Modifikasi Perilaku. [Website]. Wikipedia,
Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Modifikasi_perilaku
[accessed April 15, 2010].
Permatasari, Dyah, 2009. MODIFIKASI PERILAKU. [Blog]. dyahsari05, 4, Januari.
Available from: http://dyahsari05.blogspot.com/2009/01/modifikasi-perilaku.html
[accessed April 15, 2010].
Wulandari, Lita Hadiati, 2004. Efektivitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi.
Ba Universitas Sumatera Utara.
0 notices:
Post a Comment