Semua yang tercecer di dunia hanyalah bahan baku. Ia menunggu tangan-tangan manusia untuk mengubahnya menjadi hal-hal berharga. Baik yang berbentuk materi, ataupun potensi mental. Batu yang ada di dasar sungai tentunya akan lebih berharga jika dihamparkan di taman bunga. Batok kelapa menjadi mahal harganya saat diubah menjadi tas tangan. Bunga melati di depan rumah terlihat semakin indah penghias singgasana penganten. Semua hal yang ada di dunia ini memiliki perannya masing-masing.
Ketika melihat pengemis ataupun pencopet, seringkali kita berpikir betapa tidak bergunanya mereka. Namun, ternyata kita keliru. Tanpa mereka, hati ini mungkin tidak tergerak karena iba. Kasihan melihat orang yang memilih jalan meminta untuk menghidupi dirinya, padahal Rasulullah telah menasehati bahwa "tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah". Begitu pula jika kita melihat pencopet yang dengan gesit menyelipkan jarinya di balik kantong belakang bapak-bapak di kereta yang padat. Ada perasaan sedih melihat kekuasaan Allah yang menunjuki orang-orang yang diinginkannya saja. Ada orang yang sehat seperti si pencopet, namun hatinya kosong dari rahmat Yang Maha Kuasa. Bukankah ia termasuk orang yang merugi?
Pengemis dan pencopet menarik potensi mental manusiawi kita. Kita merasa sedih karena perlakuan mereka. Kita merasa bersyukur karena kita tidak terhimpit sebagaimana hidup mereka.
Memiliki kemampuan untuk merasakan keburukan adalah sebuah prestasi yang harus dicapai setiap manusia. Sebab tanpa itu, kita akan kesulitan untuk menghargai kebaikan. Bukankan terangnya matahari baru dapat terasa jika telah pernah diselimuti kegelapan malam? Air yang melepaskan dahaga hanya terasa jika pernah kehausan. Hidup yang sehat dan penuh gairah hanya dapat dipahami orang yang pernah sakit. Perasaan syukur yang mengalir dari sana menjadikan kita manusia yang sempurna, yaitu hamba Allah yang berserah kepadaNya.
Ketika manusia mengalami kesialan, maka timbul perasaan negatif yang berwujud marah, kesal, dengki ataupun geram. Ada orang yang melepaskan emosi tersebut dalam tindakan-tindakan agresi seperti memukul, mencaci ataupun menghina. Tentu kita kasihan melihat orang yang berperilaku demikian. Karena ketika ia melampiaskan kemarahan dalam cara yang negatif tersebut, ia menyampaikan energi negatif dan mengikis kebaikan dari hatinya.
Suatu energi, sesuai dengan hukum kekekalan energi, tidak dapat dimusnahkan hanya dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Hati manusia merupakan converter tercepat dalam melakukan proses tersebut. Saat seseorang mengirimkan energi negatifnya orang yang menerima memiliki dua pilihan: menerima dengan pasrah atau mengubahnya menjadi energi positif. Seorang pasien koma yang diundang dalam talk show terkenal oprah, menyatakan betapa pentingnya energi positif yang diberikan para petugas medis kepadanya ketika ia berada dalam kondisi hiatus tersebut. Sebuah energi positif merupakan penguat bagi dirinya yang mengatakan bahwa ia dihargai dan eksistensinya diakui. Tanpa pengakuan tersebut seseorang sama seperti bebatuan yang tidak berguna di pinggir jalan. Tidak ada yang menggubris dan mempedulikan. Manusia tidak dapat hidup seperti itu. Kita mendapatkan gairah hidup dari penerimaan orang lain.
Sebaliknya, ketika perawat yang memasuki ruangan sang pasien tidak senang dengan nya, si pasien dapat merasakan energi negatif terpancar dari dirinya. Bahkan meskipun si perawat tidak memiliki niat buruk padanya. Hal itu terjadi ketika ia membawa permasalahannya dari luar kamar pasien dan membawa beban itu ke hadapan siPasien.
Bukankah kita sering melakukannya juga? Masalah di kantor, baik itu orderan yang tidak kunjung datang atau kemarahan bos yang berlebihan, kita bawa pulang dan melampiaskannya pada keluarga di rumah. Akibatnya wajah kusut kesal yang kita sodorkan pada mereka yang kita cintai. Alasan "kepala pusing" yang kita teriakkan ketika mereka mengajak kita bercengkrama sekedar membagi kisah hari itu.
Potensi mental itu tertidur dalam diri kita. Kita dapat memilih untuk mengubahnya menjadi energi positif maupun energi negatif. Namun, yang pasti energi positif akan mengubah dunia menjadi lebih hangat. Ingat penelitian Profesor Emoto Masaru dalam bukunya ‘The Secret of Water’ yang memperlihatkan kristal air ketika bereaksi terhadap energi yang disampaikan manusia. Saat segelas air diteriaki cacian (dalam bahasa Jepang, ia mencoba menyerukan “Baka” yang berarti bodoh), maka kristal air berubah menjadi kemerahan bak lahar yang siap menerkam pemukiman di lereng gunung. Sebaliknya, ketika disampaikan kata-kata yang positif, air membentuk kristal nan menawan. Jika di analogikan dengan kondisi mental manusia, maka energi negatif dapat meluluh lantakkan tatanan kebahagiaan orang lain. Sebaliknya energi positif dapat menjadi batu bata tambahan untuk membangun keceriannya di hari ini.
Nah, sudahkah anda pancarkan energi positif anda?
0 notices:
Post a Comment