MINDSET

Hari ini saya sudah membaca terlalu banyak orang yang menggunakan kata ‘mindset’, sampai rasanya muak. Muak dengan penggunaan bahasa inggris ini. Muak karena lebih banyak lagi yang tidak mengerti arti kata ini. Lebih muak lagi karena kata ini digunakan oleh mereka yang berpendidikan tinggi yang ternyata lebih suka menggunakan bahasa asing ketimbang bahasa sendiri.
Misalnya dalam kasus ‘MINDSET’ ini, akan lebih baik jika digunakan kata “pola pikir”. Pengertian mindset sendiri dalam kamus.net  adalah “sikap”, yang jika ditilik artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:

si·kap n 1 tokoh atau bentuk tubuh: -- nya tegap; 2 cara berdiri (tegak, teratur, atau dipersiapkan untuk bertindak); kuda-kuda (tt pencak dsb): hebat sekali -- nya ketika akan mengucapkan sumpah; tepat sekali -- adik ketika menangkis pukulan itu3 perbuatan dsb yg berdasarkan pd pendirian, keyakinan: rakyat akan selalu mengutuk -- pemimpin-pemimpinnya yg kurang adil itu; 4perilaku; gerak-gerik: -- di panggung sangat berbeda dng -- nya sehari-hari;

Akan tetapi, penggunaan kata mindset cenderung mendekati makna “pola pikir” sebagaimana tulisan yang saya temukan di laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa  berikut:

"permasalahan banyaknya siswa yang gagal pada pelajaran bahasa Indonesia terletak pada pola pikir siswa (mindset). Pola pikir itu adalah menganggap bahasa Indonesia itu sulit bahkan lebih sulit dari bahasa Inggris."

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola bermakna:

po·la n 1 gambar yg dipakai untuk contoh batik; 2 corak batik atau tenun; ragi atau suri; 3 potongan kertas yg dipakai sbg contoh dl membuat baju dsb; model; 4 sistem; cara kerja: -- permainan; -- pemerintahan5 bentuk (struktur) yg tetap: -- kalimatdl puisi, -- adalah bentuk sajak yg dinyatakan dng bunyi, gerak kata, atau arti; 

-- pikir kerangka berpikir;

Saya yakin, persoalan kata yang lebih tepat digunakan harus kita serahkan kepada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sehingga penulisan di masa yang akan datang dapat disesuaikan dengan makna yang benar. Lambatnya pengembangan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terhadap kata-kata baru jelas membuat kata-kata asing lebih sering digunakan dalam percakaan kita.

Saya tidak menafikan bahwa kadang lebih mudah mengkomunikasikan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Berkat informasi yang kita terima dari media massa, bahasa asing lebih mudah diserap dibandingkan bahasa Indonesia *Jangan heran jika dalam UN 2013 lalu banyak peserta UN yang mendapatkan nilai terendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia*.

Lain bercakap lain menulis. Ketika berbicara digunakan kosa kata praktis yang diharapkan mudah dipahami lawan bicara. Kadang kita tidak punya cukup waktu untuk memikirkan leksikalnya. Tapi, saat menulis, kita berkesempatan untuk membaca ulang apa yang kita tulis *hanya penulis yang buruk yang langsung melempar tulisannya ke khalayak tanpa koreksi akhir*. Disinilah kesempatan untuk membenarkan tulisan kita.

Ingat, tulisan ini akan dibaca seseorang dan mungkin akan dijadikan referensi untuk karya selanjutnya. Jika ada kesalahan pada tulisan awal, maka dapat menyebabkan khilaf di tulisan berikutnya. Saya ingat salah satu berita tentang Pajak Pertambahan Barang Mewah yang dirilis di media ini.

Image

Bayangkan betapa konyolnya ketika informasi ini dikutip berbagai media berikut.

Image

0 notices:

Post a Comment