R.O.B.O.T

Jika saya boleh memilih, maka saya tidak ingin menekan nomor pengaduan pelanggan ini. Setelah menunggu beberapa saat, saya mendengar suara perempuan muda di ujung telepon. Dengan lancar ia bertanya tentang permasalahan yang saya hadapi. Detai demi detai saya uraikan untuk memberikan gambaran komprehensif bagi si penerima komplain. Dan seperti biasa, solusi permaslaahan saya ditampar dengan kata-kata, “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan anda”. Kata yang saya yakin sudah dibacanya berulang-ulang dari buku manual. Kata yang keluar dari mulutnya secara otomatis setiap kali tukang protes menyampaikan kekesalannya. Saya yakin, pihak perusahaan telah melatih petugas ini berulang kali hingga ia dapat meluncurkan kata-kata ajaib tersebut tanpa canggung. Namun, saya juga yakin, para pelatih lupa memastikan hati mereka ikut meminta maaf.

Beberapa tahun lalu, saya bekerja di sebuah biro penyedia tenaga kerja yang menyuplai petugas pelayanan keluhan sebuah bank swasta di ibukota. Gaji yang ditawarkan tidak seberapa, namun insentif yang akan didapat jika bekerja keras cukup menggiurkan. Kami menyaring lulusan universitas, kebanyakan dari sekolah kacangan yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah sekian lama. Para pelamar hanya dimintai kemampuan berbahasa inggris serta diberi tes aptitude sederhana. Tidak sampai seminggu, mereka dipanggil untuk mendapat pelatihan selama kurang lebih 1 bulan. Namun, beberapa minggu kemudian, orang yang sama muncul lagi di depan pintu saya. Keluar karena tidak betah.

Jika anda dipaksa untuk menerima keluhan-dengan kata lain, respon negatif- maka anda akan lebih cepat lelah dibandingkan orang yang tidak mendengarkan respon negatif. Hal ini disebabkan efek negatif yang disampaikan menggerogoti kepala dan seluruh persendian manusia. Kita ambil contoh penelitian Prof. Emoto yang memuncratkan kata-kata negatif di depan segelas air. Ketika ia melihat partikel air tersebut melalui mikroskop, ia menemukan bentuk yang bergejolak, terkesan terganggu dan marah. Begitulah yang terjadi pada manusia. Karena 80 persen tubuh manusia terdiri dari air, maka efek yang sama pun berlaku.

Apa yang terjadi ketika seseorang mendapatkan respon negatif terus menerus? Sugesti negatif akan menimbulkan sikap negatif pula. Jangan heran jika kehangatan seorang penerima keluhan menjadi pudar, bersamaan dengan menumpuknya stres dalam dirinya. Oleh karena itu ia hanya dapat memberikan respon kaku sesuai dengan buku petunjuk, tanpa ada inisiatif untuk berempati apalagi benar-benar membantu.

Hal yang sama saya temui pada dokter, terutama mereka yang mengambil spesialis kejiwaan. Kebersamaan dengan pasien gangguan mental sedikit demi sedikit meluruhkan kewarasannya. Tidak heran mereka selalu tampak lelah dan tidak peduli. Jika anda datang ke dokter dan ia bahkan tidak perlu repot-repot menoleh kepada anda, maka jelas rasa empatinya telah tersapu stres.

0 notices:

Post a Comment