The Facebook effect: Studi dampak Facebook terhadap remaja Indonesia

Oleh Elga Andina

Dipublikasikan dalam Jurnal Aspirasi

ABSTRACTS

Facebook is the most popular Sosial Network Site that has been influencing the life of our society. The one most easily influenced are teenagers. Due to their fragile emotions, they are rigid and take everything facebook serve. Their search of identity is often confused by what’s good and what’s bad. In mean time, irresponsible people use the network as crime tools. News reported teenagers ran away with their new friends in facebook. In result, they lost control and parents felt humiliated. Parents, teachers and government should be hand in hand to protect children from crossing sosial norm.

kata kunci: Facebook, remaja, identitas diri, peran orang tua


PENDAHULUAN

Penyebaran Situs Jejaring Sosial hampir serupa dengan penyebaran wabah flu. Epidemi ini berlangsung begitu cepat karena ditunjang peningkatan kualitas sarana dan prasarana internet. Jumlah masyarakat yang melek internet terdongkrak seiring semakin menariknya aplikasi internet. Berdasarkan survei dari internetworldstats.com pada tanggal 30 Juni 2008, jumlah pengguna internet di Indonesia menduduki peringkat ke 5 di Asia. Perkembangan Internet di negara ini mengalami peningkatan sebesar 1,150.0 % sejak tahun 2000 hingga 2009. Hal serupa ditegaskan dari survei lembaga riset Nielsen yang menunjukkan peningkatan penetrasi internet di Indonesia tahun 2009, yaitu mencapai 17 persen dari jumlah penduduk atau naik dua kali lipat dibanding tahun 2005 yang hanya sekitar 8 persen.

Dari jumlah penggunaan diatas, Sosial Networking Site (Situs Jejaring Sosial) adalah aplikasi internet yang paling banyak digunakan di Indonesia. Yang membuat Situs Jejaring Sosial menjadi kajian unik bukanlah karena mereka membuat dua orang asing bertemu, namun karena media tersebut memberikan keleluasaan pada penggunanya untuk mengartikulasi dan memperlihatkan jejaring sosial mereka. Hal ini dapat berujung pada koneksi antara individu-individu yang mungkin tidak dapat terjadi dalam keadaan normal. Haythornthwaite (2005, dalam Boyd & Ellisson, 2007) menyebut hubungan ini “ikatan laten”.

Situs Jejaring Sosial pertama kali diluncurkan pada tahun 1997, yaitu dengan dihadirkannya SixDegrees.com. Situs ini meramu fitur –fitur yang sudah digunakan dalam satu tempat, yaitu fitur penciptaan profil, daftar teman dan, mulai tahun 1998 dihadirkan pula fitur pencarian daftar teman untuk melakukan afiliasi. Situs ini juga mengedepankan fitur pengiriman pesan dari satu teman ke teman yang lain. Sang pionir diikuti berbagai situs dari developer di seluruh dunia, misalnya AsianAvenue, BlackPlanet, MiGente, Cyworld (Korea), LunarStorm (Swedia), Ryze.com, Tribe.net, Linkedln dan Friendster. Namun, diantara semua nama diatas, Facebook adalah situs jejaring sosial yang paling fenomenal.

Facebook diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Dalam waktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telah mendaftar dan memiliki account di Facebook. Tak hanya itu, beberapa kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan Facebook. Dalam waktu 4 bulan semenjak diluncurkan, Facebook telah memiliki 30 kampus dalam jaringannya (http://publishedmind.blogspot.com/).

Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik Facebook terhadap user. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinya Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan Facebook setiap hari dan rata-rata pengguna menghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas di Facebook (http://www.crunchbase.com/company/Facebook).

Menurut Alexa.com yang memonitor arus internet, hampir 4 % dari pengunjung harian Facebook berasal dari Indonesia, yang menjadikannya berada di tempat ke 5 setelah pengunjung dari Amerika, Inggris, Perancis dan Italia (www.thejakartapost.com). Dengan populasi sebesar 235 juta jiwa, Indonesia mengalami 645% peningkatan pengguna Facebook (http://www.thejakartapost.com). Saat ini ada sekitar 12,5 juta pemiliki akunnya dan itu akan terus bertambah (Republika, 12 February 2010:11).

Sayangnya, penggunaan Facebook tidak terlepas dari praktik-praktik yang melanggar norma sosial. Dampak negatif penggunaan situs ini mulai makin diperhatikan semenjak maraknya berita penculikan pengguna Facebook yang berusia belia. Setidaknya ada 3 penyimpangan besar yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggung jawab dengan memboncengi situs jejaring sosial ini, yaitu:

1. Konflik kebebasan berpendapat

Kebebasan berpendapat difasilitasi tanpa batas dalam situs jejaring sosial Facebook. Namun, hal ini malah menimbulkan konflik baru. Sepanjang tahun 2009 hingga Maret 2010 sudah tidak terhitung masalah kebebasan beraspirasi yang mengganggu ketentraman orang lain. Salah satu yang paling terkenal adalah kasus Evan Brimob pada pertengahan tahun 2009 yang menulis di wall akun Facebooknya: “ABRI tidak butuh masyarakat, masyarakat butuh ABRI”. Ungkapan ini mengundang respon negatif dan thread yang panjang. Dampak tersebut juga berlanjut ke markas Brimob yang menerima keluhan warga mengenai pendapat Evan. Kasus lain terjadi pada Hari Raya Nyepi, tanggal 16 Maret 2010, dimana Ibnu Rachal Farhansyah menulis “Nyepi sepi sehari kayak tai” pada akun Facebooknya. Sikap ini direspon negatif oleh pemeluk agama Hindu khususnya yang tinggal di Bali hingga memunculkan wacana mengusir pemuda tersebut dari pulau Dewata.

2. Maraknya prostitusi dan perjudian online

Facebook digunakan sebagai sarana mempublikasikan praktek prostitusi dan perjudian. Mabes Polri telah berhasil membongkar salah satu bandar judi Tebet pada tanggal 22 Maret 2010 yang menggunakan internet sebagai media perjudian. Demikian pula yang terjadi pada bisnis prostitusi Februari lalu pihak berwenang menciduk seorang gadis berusia 20 tahun dan menggulung bisnis prostitusi onlinenya di Surabaya. Gadis bernama Vee ini pula yang mengelola sebuah situs penjualan anak di bawah umur melalui Facebook. Sindikat prostitusi ini kabarnya berpusat di Surabaya. Gadis yang di tawarkan masih di bilang di bawah umur antara 14 - 16 tahun yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah SMP dan SMU. Pelacuran online tersebut berjalan mulus selama dua bulan dengan menarik pelanggan dari pemilik akun yang kerap berinteraksi online dengan Vee. Pada akun tersebut sudah dipersiapkan foto-foto mesum sebagai fasilitas yang dapat dinikmati dengan tarif tertentu.

3. Meningkatnya penipuan dan penculikan melalui internet

Penipuan yang terkait dengan pornografi rentan menyerang para pengguna Facebook, terutama yang memakan korban anak-anak dan remaja. Sepanjang tahun 2010 ini saja Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah menerima 36 laporan terkait kasus Anak yang menjadi korban Facebook (Antasari.net, 12 Februari 2010). Dalam 7 bulan terakhir media melaporkan terjadinya kasus penculikan remaja terkait dengan Facebook sebagaimana dibawah:

a. Pada tanggal 23 Oktober 2009, Rohmatul Latifah Asyhari (16), remaja putri warga Desa Mojoduwur, Kecamatan Mojowarno, Jombang, disinyalir telah dilarikan pria yang dikenalnya lewat Facebook.

b. Tanggal 6 Februari 2010, Marieta Nova Triani (14) menghilang. Dicurigai bahwa ia diculik teman lelakinya yang dikenal melalui Facebook.

c. Tanggal 3-4 Februari, Stefani Abelina Tiur Napitupulu,dibawa teman Facebooknya, Jeje, dari Surabaya ke Jakarta. Hal ini merupakan kejadian kedua setelah sebelumnya tanggal 23 Desember 2009, gadis berusia 14 tahun ini juga pernah pergi ke Jakarta secara diam-diam.

d. 16 Februari 2010, seorang gadis dilaporkan hilang setelah berkenalan dengan pria dari Bekasi di Facebook. Orang tua gadis tersebut melaporkan kehilangannya ke stasiun televisi nasional TVOne.

e. Rahma Safitri (19) mahasiswi semester I Akademi Kebidanan (Akbid) Bakti Asih, Purwakarta, menghilang selama 3 minggu sebelum akhirnya ditemukan pada Rabu, 17 Februari 2010. Putri pertama dari 3 bersaudara itu, mengaku terdampar ke Batam, setelah dibawa kabur oleh seorang lelaki yang dikenalnya melalui jejaring sosial, Facebook

f. Pada bulan Februari 2010, TN (20), warga Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul dilaporkan hilang dan santer diberitakan dibawa kabur teman Facebook. Korban bekerja di sebuah warnet di Bantul, DIY dan komunikasi terakhir dengan keluarga, Tri mengaku berada di tempat wisata bersama temannya.

Data diatas menunjukkan besarnya dampak negatif Facebook terhadap remaja. Remaja adalah mangsa empuk praktek penyelewengan tersebut. Mereka ini rentan terhadap rayuan-rayuan, sehingga mereka dengan mudah bisa diperdaya atau apapun istilahnya, yang membuat ABG tersebut lupa diri  (Republika, 12 February 2010:11). Hal ini terkait dengan tahapan perkembangan mereka yang berada pada masa transisi antara fase anak menjadi dewasa.

Masa remaja adalah waktu dimana mulai tampak perkembangan tanda-tanda seksual, perubahan psikologis yang menuntut terlepasnya seorang anak-anak dari ketergantungan terhadap orang tuanya. Menurut Darajat (dalam Hurlock, 1990) pada masa ini muncul berbagai kebutuhan dan emosi, disertai pula dengan pertumbuhan, kemampuan fisik yang lebih jelas serta daya pikir yang matang. Erikson (dalam Hurlock, 1990) menambahkan munculnya krisis identitas pada masa remaja yang ditandai dengan perilaku imitasi. Mereka mungkin terlihat seperti orang dewasa, namun mereka kesulitan menyusun pikiran mereka tentang apa yang hendak dilakukan. Remaja berusaha menjelaskan identitas dirinya untuk menegaskan eksistensinya di tengah masyarakat. Hal ini tertuang dalam peran dan tugas yang dilakukannya agar dapat diterima dalam kehidupan sosial.

Papalia dan Odds (2001) menjelaskan bahwa ada 3 perkembangan yang terjadi pada masa remaja, yaitu sebagai berikut:

  1. Perkembangan Fisik


Pada masa remaja terjadi perubahan struktur tubuh. Hal yang paling mudah diamati adalah pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, serta kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.

  1. Perkembangan Kognitif


Menurut Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) perkembangan kognitif ditunjang peningkatan fisik otak. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diserap begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Pada masa ini remaja mampu memilah ide berdasarkan tingkat kepentingannya, lalu mengolah ide tersebut menjadi inovasi. Piaget menggolongkan masa remaja dalam tahap perkembangan kognitif operasional formal. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya.

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001).

  1. Perkembangan kepribadian dan sosial


Menurut Eric Erikson, tujuan utama masa remaja adalah pencarian identitas diri. Dengan kata lain remaja melakukan proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Proses pencarian jati diri ini sangat terkait dengan lingkungan di sekitar remaja. Lingkungan adalah katalisator terkuat untuk membentuk persepsi remaja. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Oleh karena itu pada masa remaja keterlibatan kelompok teman sebaya lebih signifikan dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Berangkat dari paparan diatas, maka kajian ini dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Apa pengaruh Facebook terhadap remaja?

  2. Mengapa Remaja mudah dipengaruhi Facebook?


Kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh Facebook terhadap remaja serta penyebab mudahnya remaja dipengaruhi Situs Jejaring Sosial tersebut. Kegunaan teoritis dari kajian ini yaitu memberikan pemahaman mengenai dampak Facebook terhadap remaja di Indonesia. Sedangkan kegunaan praktisnya adalah memberikan masukan sebagai pilihan intervensi yang tepat oleh orang tua, guru dan pemerintah dalam mengatasi dampak negatif Facebook.

Metode yang diterapkan pada kajian ini adalah explorative study dengan teknik studinya menggunakan  Studi Literatur, difokuskan kepada literatur psikologi remaja, komunikasi, internet dan Facebook, serta pustaka-pustaka hasil kajian yang relevan dengan kegiatan ini baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan termasuk publikasi internet. Studi literatur ini dimaksudkan untuk menggali konsep-konsep psikologi remaja dan dampak Facebook yang tercakup dalam ruang lingkup kajian di atas, dan secara khusus untuk menggali konsep tentang tahap perkembangan Remaja, dan Pertumbuhan internet dan Facebook. Studi literatur juga dimaksudkan untuk mengkaji kasus-kasus yang disinyalir merupakan dampak negatif penggunaan Facebook.



PEMBAHASAN

Kehadiran internet dan Facebook membawa arus baru dalam peradaban umat manusia. Munculnya gaya hidup global membuat semua orang terlibat dalam pola kehidupan yang saling terpaut. Internet yang membuat kenyataan tersebut terasa dekat. Namun, sesuai dengan prediksi John Naisbitt (1990), setiap perubahan peradaban selalu menimbulkan konflik. Adanya penolakan atas pengaruh asing terhadap identitas diri. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam menggunakan teknologi baru sebagai senjata perubahan global. Dampak negatif tersebut diakibatkan oleh:

A. High Tech Low Touch

Perkembangan teknologi tidak dapat dielakkan. Hubungan manusia berubah menjadi hubungan nirkabel. Masalahnya adalah kesiapan manusia untuk menerima perubahan tersebut dapat bervariasi.

Tanpa kita sadari, Facebook telah menggeser norma sosial kita yang dulunya mengedepankan komunikasi tatap muka. Perubahan ini telah mencapai tahap dimana penggunaan teks dan email berarti membuat kemampuan komunikasi interpersonal semakin berkurang, padahal kemampuan itu sangat diperlukan dalam suatu kehidupan komunitas. Dengan begitu, masyarakat kehilangan keahlian bersosialisasi, termasuk mengetahui cara membaca mood seseorang dan bahasa tubuh lainnya. Inilah yang menyebabkan banyak terjadi konflik karena pemahaman situasional atas konten tulisan yang diterima.

Dengan begitu, meskipun kuantitas interaksi meningkat, kualitasnya tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Dapat dibayangkan jauhnya perbedaan ketika orang berbicara dengan melihat lawan bicaranya didepan dibandingkan dengan sekedar membaca ketika di layar. Saat bertemu lawan bicara, seseorang memperoleh banyak data mengenai lawan bicaranya melalui intonasi, gesture dan mimik. Dengan begitu, ia bisa menyesuaikan respon yang tepat. Namun, dalam perbincangan dunia maya, orang dipaksa mengira-ngira suasana hati teman chatting kita. Tak jarang terjadi kesalahpahaman karena kita membaca respon mereka sesuai dengan asumsi pribadi.

Teknologi selalu membawa sejumlah konsekuensi ke tengah masyarakat penggunanya. Ada konsekuensi yang memang diperkirakan (atau bahkan memang menjadi tujuan), ada yang tidak diduga, dan ada juga yang malah tidak diinginkan. Di Indonesia, masyarakat mungkin belum begitu akrab dengan wacana mengenai konsekuensi teknologi. Inilah yang disebut John Naissbit (2001) dengan High Tech Low Touch.

Masyarakat mengalami keterkejutan (shock) menerima teknologi. Hal ini disebabkan oleh:

  1. Kurangnya Pengetahuan mengenai teknologi baru tersebut


Internet sekarang sudah dapat dinikmati hampir 80% masyarakat Indonesia. Jaringannya meluas bukan hanya terkonsentrasi di daerah perkotaan namun juga sampai ke pelosok desa. Di kota, remaja menggunakan fasilitas internet di rumah ataupun handphone multimedianya. Dengan begitu internet selalu mengikuti kemanapun ia pergi.

Sedangkan di daerah yang lebih kecil, pertumbuhan warnet tidak dapat dibendung. Prospek bisnis ini sangat menjanjikan. Misalnya saja di kota Padang, Sumatera Barat, dengan modal 10 hingga 15 juta, pengusaha warnet dapat memperoleh modalnya kembali dalam 2 bulan.

Tak pelak lagi, situs jejaring sosial merupakan motor tercepat untuk mengembangkan usaha internet sampai pada posisi sekarang ini. Diakui pula oleh Telkom bahwa permintaan pemasangan jaringan speedy meningkat berkat kegandrungan masyarakat terhadap Facebook dan twitter.

Namun, sebaliknya pengetahuan mengenai fasilitas aplikasi internet yang positif terbatas pada situs-situs yang bersifat hedonisme. Sosialisasi penggunaan internet seringkali berujung pada situs jejaring sosial dan aplikasi yang tidak menambah pengetahuan.

  1. Keinginan untuk Identifikasi diri


Seperti yang disebutkan Erikson (dalam Papalia, dkk.,2008: 588), remaja berada pada fase dimana ia ingin dikenali dan diterima oleh kelompok peernya. Remaja memperlihatkan upaya mencari kesamaan dan kesinambungan dengan orang lain untuk menjelaskan arti kehadiran mereka. Identifikasi diri ini muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat ia memberikan loyalitasnya. Oleh karena itu mereka dapat melakukan banyak untuk memperoleh akses tersebut. Salah satunya adalah berada dalam jaringan yang sama. Seringkali anak-anak muda tersebut merasa minder jika tidak punya akun Facebook atau Twitter. Mereka takut dianggap kampungan atau ketinggalan jaman. Tidak mengejutkan bahwa motif sepele seperti itu mendorong remaja untuk mengikuti pola yang ditorehkan rekan-rekan mereka. Terlepas kemampuan mereka untuk memahami konten dan konsep jaringan online tersebut, remaja hanya ingin dikenali.

Terkait dengan kebutuhan eksistensi diatas, mereka berusaha mendapatkan teman sebanyak-banyaknya. Dalam polling yang diadakan Facebook-tips.com, diketahui bahwa motif utama mengikuti jaringan pertemanan ini adalah memperluas relasi.  Oleh karena itu para pengguna Facebook tidak segan menerima permintaan pertemanan dari siapa saja, bahkan dari yang tidak dikenal. Sebuah poling yang dibuat tips-fb (http://www.tips-fb.com) menemukan bahwa:











































Persentase orang yang tidak dikenal di FBJumlah PemilihPersentase Pemilih
0%9 orang7%
1-30%45 orang39%
0-50%19 orang16%
50-80%18 orang15%
80-99%12 orang10%
100%10 orang8%
Total113 orang100 %

Remaja memiliki keinginan yang besar untuk diterima dalam lingkungan baru. Pada situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan Friendster, orang merasa diterima menjadi bagian dari sebuah komunitas besar.

Remaja sangat ingin mendapatkan tempat dalam lingkungan yang diinginkannya. Oleh sebab itu, ia lebih mudah bersikap terbuka dan berkompromi dengan keinginan calon temannya. Dengan kata lain, mereka juga lebih mudah membina kepercayaan dalam berinteraksi. Kepercayaan ini membantu remaja mengeksplor perasaan mereka sendiri, mendefinisikan identitas mereka, dan memvalidasi harga diri mereka (Papalia, dkk. Hal: 620).

Dalam rentang kehidupan, remaja memiliki tingkat kebutuhan paling tinggi untuk masalah relasi. Remaja tidak tahan jika diabaikan bahkan diisolasi dari pergaulan. Hal itu terjadi karena bagi remaja, kelompok pertemanan merupakan satu-satunya cara agar ia dapat menekankan eksistensinya.

Contoh penggunaan Facebook yang tidak terkontrol diatas diperlihatkan dalam kasus Nova. Ia dengan mudah menerima ajakan Ari yang baru dikenalnya lewat situs jejaring sosial untuk pergi bersama. Pertemanan singkat tersebut dirasakan Nova begitu berarti sehingga ia tak segan meninggalkan keluarganya untuk menemui pemuda itu. Republika menuliskan kronologis kasus ini sebagai berikut (12 February 2010:1):

Gadis belia berusia 14 tahun yang sekolah di SMP di Surabaya itu berkenalan dengan Arie (18), tinggal di Tangerang. Hubungan asmara lewat dunia maya kemudian terjalin. Akhirnya ketika Nova ada keperluan di BSD Tangerang, dia langsung temu darat, kencan dengan kekasih di dunia mayanya itu.

Begitu Nova sehari ditunggu tidak pulang ke rumah pamannya di BSD, orangtuanya melaporkan bahwa anaknya diculik oleh Arie. Polisi pun bergerak mencari pasangan itu. Tiga hari kemudian mereka ditemukan. Ternyata tidak ada motif penculikan, pertemuan itu dilakukan suka sama suka, bahkan mereka sudah berhubungan terlalu jauh.

Dalam tatanan kehidupan masyarakat kita yang masih kuat menggenggam norma ketimuran, sikap Nova yang pergi tanpa ijin merupakan perilaku yang kurang sesuai. Nova tidak memperlihatkan rasa hormat kepada orang tuanya dan memilih menemui orang ‘asing’ yang baru ditemuinya. Anak-anak memang kurang mampu melakukan penilaian secara komprehensif mengenai dampak perilakunya. Mereka mudah percaya kepada orang asing.

Selain itu, remaja mengalami krisis pubertas dan meningkatkan kebutuhan menuntut otonomi. Pada fase ini, penting untuk mengembangkan rasa tanggung jawab selaras dengan perkembangan kognitif dan fisik remaja. Remaja yang rawan cenderung menunjukkan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab (Santrock,2003:416). Kasus Nova terjadi karena remaja tidak merasa memiliki komitmen terhadap nilai-nilai normatif pada umumnya.

Setelah kejadian tersebut, keluarga Nova merasa sangat menyesal. Rasa hormat orang-orang disekitarnya sedikit demi sedikit berubah menjadi rasa kasihan. Untuk kejadian seperti ini, orang tualah yang paling banyak merasakan dampaknya, karena dianggap berandil terhadap tingkah laku negatif anaknya. Pola asuh orang tua yang kurang baik menjadi alasan kendornya pengawasan terhadap anaknya. Untuk diterima di lingkungan baru, kadang seseorang harus meninggalkan kelompok lamanya. Patricia dan Peter Adler menegaskan hal ini dalam penelitian mereka mengenai Peer Power (Adler, P.A & Adler, Peter.2005).

Remaja juga rentan mengalami problem adiksi. Ketertarikan yang mendalam dapat berubah menjadi ketergantungan, bahkan berakselerasi dalam pola hidup yang tidak terpisahkan dari keseharian masyarakat, terutama remaja. Remaja dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengakses internet dan Facebook, baik di sekolah, di rumah maupun di luar rumah. Secara psikologis, dampak negatif kecanduan Facebook dapat dibagi atas:

a.  Pribadi yang antisosial, yaitu yang menunjukkan perilaku menjauh dari norma sosial.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), perilaku ini pada remaja dicirikan dengan sering melawan aturan di rumah/sekolah seperti berbohong, mencuri dan merusak. Dengan kata lain, orang dengan gangguan kepribadian anti sosial berusaha menjauh dari norma-norma umum yang digunakan masyarakat.

b. Dualisme kepribadian

Ketika berinteraksi di dunia maya, banyak orang yang tidak bersikap sebagaimana tampilannya sehari-hari. Secara kognitif, ia memperlihatkan kesan ideal self yang diidamkannya. Misalnya dengan menunjukkan kelebihan sosial yang sebenarnya tidak dimilikinya. Tujuannya jelas, untuk menarik perhatian pengguna lain. Penggunaan Facebook dapat pula membuat pengunjungnya mengisolasi diri. Mereka hidup dalam dunia yang berbeda dengan realita. Bahkan ketika mereka telah terseret dalam kecanduan Facebook, mereka tidak berminat lagi berinteraksi di kehidupan nyata.

c. Lingkungan paranoid

Facebook membuat orang menjadi merasa tidak aman (insecure). Orang tua selalu khawatir anaknya yang masih belia digoda pria-pria tidak bertanggung jawab. Kekasih takut pacarnya bertemu mantan dan membuat Cinta Lama Bersemi Kembali (CLBK). Istri memegang kata kunci akun Facebook suaminya untuk memonitor interaksi romantis pasangannya. Facebook secara tidak langsung menciptakan masyarakat yang penuh kecemasan karena tersedianya sumber informasi yang berlimpah.

Namun, satu hal yang harus dicermati adalah informasi di Facebook tidak selalu benar. Kebalikan dari pengguna belia yang cenderung menuliskan informasi pribadi secara lengkap, banyak juga yang memalsukan biodatanya. Salah satunya adalah tentang status pernikahan. Banyak pengguna yang memilih status single meskipun sudah menikah.

Kurangnya pengetahuan anak muda akan dunia dan praktek norma-norma sosial yang diharapkan dari dirinya. Secara umum, anak muda memiliki akses terbatas dalam memandang dunia sekitar secara objektif. Hal ini terkait dengan pengalaman yang masih sedikit dan tingginya tingkat egosentris dalam diri mereka. Sikap ini menyebabkan remaja tidak mampu mengembangkan kepedulian terhadap orang-orang disekitarnya yang dapat terpengaruhi tindakan-tindakannya. Remaja tidak berpikir mengenai posisi orang tuanya di mata lingkungan, sehingga dengan mudahnya memilih opsi yang dirasanya paling menyenangkan.

Dalam Talk Show Rossy (Minggu, 21 Maret 2010) tersebut, diulas mengenai perasaan orang tua yang merasa gagal dalam mengawasi anaknya, yang tampak dalam penggalan wawancara dibawah:

Rossy: Dari sisi orang tua, apakah bapak merasa gagal dalam mendidik anak?

Bapak Binsar (Surabaya): Kalau dibilang gagal iya

Meningkatnya pemberitaan penculikan dan perkosaan membuat orang tua semakin was-was ketika putra putri mereka berada di luar rumah. Orang tua semakin waspada dan menjadikan Facebook sebagai salah satu sumber informasi untuk mengetahui kehidupan sosial anaknya. Seorang ibu (wawancara, 26 April 2010) menyatakan bahwa ia merasa perlu untuk mengontrol akun Facebook putranya. Ibu Noni dalam talkshow Rossy, pada Minggu 21 Maret 2010 juga menerangkan bahwa orang tua perlu melihat akun Facebook anaknya untuk mengetahui aktivitasnya. Bahkan, Ibu Noni melaporkan seorang teman Facebook anaknya yang menulis sesuatu di wall anaknya yang penuh makian (Rossy, Minggu 21 Maret 2010).

Korban dampak negatif Facebook biasanya adalah kaum perempuan. Kenapa begitu? Menurut Allan dan Barbara Pease, penulis buku Why Men Don’t Listen And Women Can’t Read Maps, wanita adalah makhluk perasa. Perempuan adalah makhluk sensitif, bahkan cenderung naif, yang lebih mudah tergerakkan hatinya karena kisah mengharukan orang lain. Ia mudah dibujuk dan cepat percaya pada rayuan lelaki.  Ditambah pula kenyataan bahwa pada masa remaja, seseorang mengalami khayalan seksual yang didapatnya dari lingkungannya. Media massa dan elektronik membantu membentuk pola kognitif tersebut, sehingga remaja terdorong untuk mencari tahu. Penggunaan internet yang tidak terkontrol membuat usaha ini mudah dilakukan.

B. Aturan yang Belum Mapan

Melihat dampak negatif yang semakin marak, maka sistem kontrol yang kuat dalam mengatur perilaku berinternet menjadi sangat penting. Namun, Saat ini usaha pemerintah belum berhasil untuk menelurkan peraturan yang membentengi kehidupan sosial masyarakat secara normatif. Implementasi UU no 11 tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum terasa dalam upaya mencegah beredarnya arus informasi di internet. Padahal, UU ini sudah mengatur banyak hal yang signifikan dalam melindungi pengguna internet yang naif seperti remaja, misalnya pada Bab II pasal 3 disebutkan tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Selanjutnya di pasal 4 diatur pemanfaatannya sebagai berikut: Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi

Ditambah pula RPM tentang Konten Media batal diluncurkan pada Maret 2010, sehingga semakin sedikit pagar pelindung anak-anak muda kita dari informasi internet yang terus bergerak dan dapat membahayakan.

Padahal telah dituliskan pada UU 36 tahun  1999 tentang telekomunikasi Pasal 21 yang berbunyi “Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Dengan tumpulnya pengontrolan pemerintah, maka peraturan tersebut tidak dapat bekerja dengan optimal. Pengontrolan disini terkait dengan sanksi dan reward. Pemerintah semestinya dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran UU ITE seperti yang tertuang dalam BAB VII mengenai perbuatan yang dilarang, yang diantaranya:

  1. Pelanggaran isi situs web, termasuk konten pornografi

  2. Pelanggaran transaksi dan perdagangan elektronik

  3. Pelanggaran lain, berupa peretasan, perjudian dan prostitusi.


Aktivitas penggunaan internet di negara kita tergolong bebas. Tidak seperti Cina yang menerapkan sistem penyortiran yang ketat, masyarakat dapat mengakses internet dimana saja dan kapan saja. Ada sekitar 100 juta pengguna internet di Indonesia dan tidak satupun badan pemerintah memiliki kemampuan komprehensif untuk menertipkan penggunaan internet. Oleh karena itu situs-situs asing yang tidak sesuai dengan budaya lokal sangat mudah diakses.

Menilik semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas kejahatan dunia maya ini, sudah tentu pengguna dituntut untuk menjadi lebih pintar. Internet hanya menjadi ancaman jika anda tidak tahu cara menggunakannya, kata Andi Sjarief dari Digital Trac. Pengetahuan yang terbatas mengenai penggunaan internet menjadi senjata makan tuan. Hal ini mendorong berbagai LSM untuk mengkampanyekan internet sehat. Kampanye internet sehat sudah banyak dikumandangkan. Salah satu organisasi nirlaba yang serius menghimbau penggunaan positif jaringan komunikasi ini adalah situs internetsehat.org. Dari situs ini masyarakat dapat memperoleh informasi dan tips pencegahan penyalahgunaan internet.

Kenyataannya, peringatan yang acap disebar di situs-situs tersebut tidak selalu menjadi acuan bagi pengguna untuk berhati-hati. Misalnya dengan berhati-hati menerima teman baru. Apalagi jika tujuan utamanya adalah membuka jaringan pergaulan yang lebih luas.

Orang tua acapkali tidak memberikan perhatian yang cukup mengenai perilaku anak-anaknya. Bahkan ada pendapat bahwa anak-anak harus dibiasakan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri agar dapat menjadi mandiri.

Hal ini sering diakibatkan karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas di luar rumah. semakin sedikit remaja dan orang tua menghabiskan waktu melakukan interaksi kontak mata di masa sekarang. Remaja merasa tersisihkan dari kehidupan keluarga dan mencari perhatian di luar rumah.

Orang tua cerdas harus mampu menempatkan diri sebagai teman, bukan sekedar figur otoritas untuk mendapatkan kepercayaan anaknya. Dengan begitu, anak lebih dapat menjaga perilaku agar tidak mengecewakan orang tua. Kesalahan klasik utama para orang tua adalah memaksa anak hidup dengan cara hidupnya dulu. Seringkali pula mereka mengulangi pola asuh authoritarian yang bahkan dibencinya ketika masa kanak-kanak. Maka orang tua diharapkan dapat memberikan sedikit kesempatan pada anak sehingga ia dapat memiliki harga diri dan merasa dihargai sebagai anggota keluarga yang berharga.

Internet memang perlu disaring. Tapi proses penyaringan secara terus-menerus seperti dimaksud dalam RPM Konten hanya akan menyebabkan pelambatan akses Internet di Indonesia karena semua lalu lintas digital harus diawasi dan melewati pemeriksaan. Ini juga berarti semakin lambatnya masyarakat mengakses dan mendapatkan informasi di mayantara.



KESIMPULAN DAN SARAN

Kalau kita cermati lagi, situs diatas tentu hanyalah sebuah alat. Bukan salah mereka jika terjadi pencemaran kepentingan disini. Yang bergerak adalah para penggunanya, sehingga intervensi yang dapat diberikan lebih tepat jika ditujukan pada anak muda sebagai pengunjung situs. Namun, karena pengguna adalah remaja yang masih labil, maka unsur masyarakat berperan penting untuk mengarahkan penggunaan internet.

Kesalahan bukan pada sistim, melainkan pada individu penggunanya. Dalam berinternet sudah ada etika yang disebut Netiquette. Internet sebagai sebuah kumpulan komunitas, diperlukan aturan yang akan menjadi acuan orang-orang sebagai pengguna Internet, dimana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas Internet.

Dibawah akan dibahas peran pemerintah dan elemen masyarakat dalam mengurangi dan mencegah dampak negatif Facebook:

A. Peran pemerintah

Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur aktivitas siber di negara ini, oleh karena itu perannya harus dapat ditonjolkan melalui:

  1. Kerjasama Depkominfo dengan polisi bagian cyber crime baik dari Bareskrim dan Direktorat Reskrim Polda. Polisi Cyber untuk mengontrol penyimpangan aktivitas di dunia maya, misalnya dengan Patroli Cyber seperti yang dilakukan Pemkot Depok. Pada tanggal 9 February 2010, walikota depok melakukan razia ke sejumlah warnet di Depok dan mendapati sejumlah pelajar pada jam sekolah sedang mengakses situs Facebook. Pelajar yang mangkir tersebut bahkan masih menggunakan seragam sekolah.

  2. Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan LSM untuk mensosialisasikan peraturan yang mengatur tata tertib penggunaan internet.

  3. Implementasi UU TELEKOMUNIKASI & UU ITE dengan sanksi yang tegas. Pemerintah melalui Komisi Informasi juga perlu menjadi penengah dan jembatan bagi penyedia layanan internet dan pengguna.


B. Peran Sekolah

Sesuai dengan UU no.19 tahun 2005 pasal 17 yang berbunyi “Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik”, maka dapat dilakukan modifikasi kurikulum pembelajaran untuk menangkal masalah diatas. Contoh implementasi peraturan ini adalah rencana pemerintah Bali untuk memasukkan kurikulum lalu lintas pada tahun 2011. Oleh karena itu kurikulum penggunaan internet yang efektif pun semestinya dapat dijadikan standar pengajaran.

Pendidikan Internet di sekolah yang meliputi penggunaan internet yang efektif, terutama dalam bidang-bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaiknya dibuat kurikulum mata pelajaran yang menekankan pada:

  1. Pendidikan moral kognitif yang konkret


Remaja membutuhkan pendidikan moral kognitif yang secara tidak langsung menekankan agar remaja mengambil nilai-nilai selama penalaran moral mereka terbentuk. Tujuan dari program pembelajaran ini adalah agar anak-anak memiliki kewaspadaan dini terhadap internet.

  1. Penggunaan internet positif


Isi kurikulum tersebut menekankan potensi positif internet yang tidak sekedar chatting dan bertukar salam dengan pengguna lain. Akan lebih baik jika anak mengetahui proses pembuatan blog, website maupun online shop sehingga anak-anak dapat dimotivasi untuk mengembangkan diri baik dalam hal menulis maupun berwiraswasta.

C. Peran Orang tua

Pengawasan yang berlebihan tampaknya bukan jawaban yang tepat karena itu malah membuat anak menjadi semakin memberontak. Sesuai dengan kondisi umum mental remaja yang tidak suka dikekang, maka ia akan bertindak berlawanan dengan kehendak orang tuanya. Hal itu dilakukan agar ia dapat merasa menjadi dirinya tanpa dipengaruhi orang lain.

Orang tua adalah significant other yang paling dekat dengan anak. Sayangnya dalam pergelutan kehidupan modern, perlahan-lahan posisi itu tergantikan oleh pembantu, baby sitter ataupun teman. Namun, tidak ada yang lebih berhak mengarahkan perilaku anak selain orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung jawab untuk membenarkan tindakan yang salah.

Oleh karena itu orang tua seyogyanya bertindak sebagai:

  1. Pemberi contoh. Orang tua bertanggung jawab untuk memberitahu anak mengenai perilaku yang diharapkan dari dirinya.

  2. Regulator yang membatasi perilaku anak-anak sesuai dengan norma agama dan sosial.



DAFTAR PUSTAKA

Adler, Patricia A. & Adler, Peter. 2004. Mapping the Sosial Lanscape (4th ed). Part 4: Peer Power: Clique Dynamics among School Children.


Boyd, D. M., & Ellison, N. B. 2007. Sosial network sites: Definition, history, and scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication, 13(1), article 11. http://jcmc.indiana.edu/vol13/issue1/boyd.ellison.htm

Conger, J.J. 1991. Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins

Goettke, Richard & Christiana, Joseph. 2007.Privacy and Online Sosial Networking Websites. P.2

Hamburg, David. 1992. Today's Children-Creating a Future For A Generation In Crisis. New York: Random House.

Hurlock, E. , 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B., 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw-Hill     Kogakusha Ltd,

Kirkpartrick, D.L.1998. Evaluating Training Programs, the four levels (second edition). San Fransisco: Berret-Koehler Publisher, Inc.

Maslim R. (Ed.). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta. 2001.

Naisbitt, J & Aburdene, P. 1990. Megatrends 2000. Jakarta: Binarupa Aksara.

Naisbit, J. 2001.High Tech High Touch. Jakart: Mizan.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. 2001. Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill

Papalia, Diane.E., Old, Sally Wendkos, & Feldman, Ruth Duskin.2008. Human Development (Ed. 9).Jakarta: Kencana

Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga

Surat Kabar:

ABG dan Sisi Gelap Facebook, Republika, 12 February 2010. Hal. 11

Seputar Indonesia , Selasa 9 February 2010

Website:

-----, 7 Kasus Penculikan via Facebook Dalam Sebulan, Antasari.net, 12 Februari 2010. Dikuti tanggal 4 Maret 2010.

-----, Computer Addiction, http://en.wikipedia.org/wiki/Computer_addiction. Diakses tanggal 27 April 2010.

-----,Facebook dan MySpace Bisa Picu Bunuh Diri, http://www.totozip.co.cc. diakses tanggal 5 Maret 2010

------,Indonesian clerics want rules for Facebook. www.jakartapost.com, diakses 23 Maret 2010

------, Information Overload, http://en.wikipedia.org/wiki/Information_overload. Diakses tanggal 27 April 2010.

Persentase orang yang tidak dikenal di FB ,http://www.tips-fb.com. Diakses tanggal 4 Maret 2010



-----,Pengaruh Positif dan Negatif Facebook, http://www.p2kp.org. diakses tanggal 5 Maret 2010.

-----, The Influence of Peer Groups in Adolescence: A Necessity or a Nightmare, http://www.esc.edu. Diakses tanggal 4 Maret 2010

-----, Wali Kota Depok Razia Pelajar di Warnet, www.metronewstv.com. Diakses tanggal 19 Maret 2010

-----,What is Cybersexual Addiction? Is Real life so scary?, www.cheatcatcher.com. Diakses tanggal 27 April 2010.

Widoyoko, S. Eko Putro., M.Pd. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. www.um-pwr.ac.id/web/publikasi-ilmiah.html. Diakses tanggal 30 Maret 2010.

Televisi

Talkshow Rossy, Fenomena Jejaring Sosial, Minggu 21 Maret 2001

Redaksi Siang. Trans 7, 23/10/2009

3 comments:

  1. Wah kenapa kalau penelitian tentang remaja, selalu seakan semua remaja salah, semua remaja lemah, semua remaja labil. Terus kalau ini sebuah penelitian, harus bisa membedakan mana yang 'trend' dan mana yang 'kasus". Tidak berarti yang 'kasus" tidak pernting, tetapi janganlah samapai kemudian ini menjadi kesimpulan bahwa "facebook itu berbahaya" :-)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih masukannya. Menarik!
    Silahkan tunggu kelanjutan draft ini

    ReplyDelete
  3. nice........................................^_^b.......................................................................................

    ReplyDelete